3 TINGKATAN KEPEMIMPINAN, ETIKA KEPEMIMPINAN

TINGKATAN KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai dengan besarnya tanggung jawab yang dipikul oleh pemimpin itu sendiri. Adair (2007) dalam bukunya telah menuliskan bahwa dalam hal organisasi, ada tingkatan atau wilayah kepemimpinan, yaitu:
Tingkat Kepemimpin
Tingkat Kepemimpin
1. Kepemimpinan Tim
Pemimpin tim beranggota berkisar 10 sampai 20 orang dengan tugas spesifik yang harus dicapai. Jenis kepemimpinan ini lebih mengarahkan kepada pekerjaan yang bersifat teknis kepada seseorang, tim atau kelompok kerja. Pemimpin ini berusaha untuk membimbing dan mengarahkan para bawahannya untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, sehingga tercapai tujuan organisasi. Kepemimpinan tim dituntut untuk memiliki keterampilan dalam hal berkomunikasi yang efektif dan mampu melakukan kerjasama yang baik dengan orang lain atau tim kerja. Keberhasilan peran kepemimpinan dari seorang pemimpin tim, di-tentukan oleh keberhasilan sebuah tim dalam menyelesaikan pekerjaan dan mencapai suatu tujuan.

2. Kepemimpinan Operasional
Merupakan pemimpin salah satu dari bagian utama organisasi dan mengendalikan lebih dari satu pemimpin tim, menjadi pemimpin dari para pemimpin.

3. Kepemimpinan Strategis
Merupakan pemimpin seluruh organisasi, dan secara pribadi mengarahkan sejumlah pemimpin operasional. Fungsi seorang pemimpin strategis, yaitu: memberikan arahan kepada organisasi secara keseluruhan; memastikan benarnya strategi dan kebijakan; membuat sesuatu terjadi (tanggung jawab eksekutif secara keseluruhan); mengorganisasi atau me-reorganisasi (keseimbangan keseluruhan dan bagian-bagiannya); memberi semangat korporasi; menghubungkan organisasi dengan organisasi-organisasi lainnya dan dengan masyarakat secara keseluruhan; memilih pemimpin hari ini dan mengembangkan pemimpin masa depan. Pada umumnya, jenis kepemimpinan strategis dapat dikategorikan sebagai top manajemen di sebuah organisasi ataupun negara.

ETIKA KEPEMIMPINAN

Etika berasal dari bahasa Yunani, yang diambil dari kata “ethos” dan bila diterjemahkan berarti norma, perilaku, moral atau karakter. Etika dikaitkan dengan pedoman perilaku atau norma-norma tata hubungan antar sesama individu.

Northouse (2013) berkata:
"etika terkait dengan jenis nilai dan moral yang dianggap tepat atau dihargai individu atau masyarakat. Etika juga terkait dengan integritas individu dan motivasi mereka".

Mathis dan Jackson (2001) berpendapat
"etika berhubungan dengan apa yang seharusnya dilakukan".

Robbins dan Coulter (2004), menyatakan
"etika adalah peraturan dan prinsip yang mendefinisikan tindakan benar dan salah".

Griffin (2004) berpendapat
"etika merupakan keyakinan pribadi seseorang mengenai apakah suatu perilaku, tindakan atau keputusan adalah benar atau salah".
Schermerhorn (1997) menuliskan
"etika sebagai aturan tentang prinsip-prinsip moral yang menentukan ukuran tentang baik atau jelek, benar atau salah dari tindakan seseorang. Dan tujuan dari etika adalah untuk menetapkan prinsip-prinsip perilaku yang akan membantu orang untuk membuat pilihan dari serangkaian tindakan".

Daft (2007), mengartikan
"etika merupakan kode yang berisi prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mengatur perilaku orang atau kelompok terkait dengan apa yang benar atau salah".

Dessler (2007) menjelaskan
"etika mengacu pada prinsip-prinsip melaksanakan pengaturan terhadap individu atau suatu kelompok, khususnya standar-standar yang digunakan untuk memutuskan bagaimana cara kita melaksanakan sesuatu".

Laudon (2005) mendefinisikan
"etika sebagai prinsip-prinsip mengenai kebenaran dan kekeliruan yang bisa digunakan individu, bertindak sebagai agen-agen moral bebas, untuk membuat pilihanpilihan untuk menuntun perilakunya".


Northouse (2013), menuliskan bahwa terkait dengan kepemimpinan, etika ada kaitannya dengan apa yang dilakukan pemimpin dan siapakah pemimpin itu. Hal itu terkait dengan karakter perilaku dan integritas pemimpin. Lebih lanjut Northouse menyebutkan beberapa prinsip kepemimpinan yang etis, yaitu:


a. Menghargai orang lain.

Pemimpin yang menghargai orang lain, akan memperlakukan orang lain sebagai tujuan bukan sebagai alat, sehingga orang lain akan merasa dihormati dan dihargai setiap usaha yang dilakukannya. Orang tersebut dilibatkan dalam pembuatan keputusan serta setiap idenya selalu dihargai. Pemimpin yang menghargai orang lain, akan memberi kesempatan bagi mereka untuk berkembang menjadi diri mereka sendiri sesuai dengan keinginan dan proses kreatif mereka sendiri. Selain itu, pemimpin juga harus bisa memahami kebutuhan, nilai dan tujuan dari para bawahan/pengikutnya.

Baca juga: Jenis dan Keterampilan Kepemimpinan

b. Melayani orang lain.
Pemimpin yang melayani akan menunjukkan sikap: untuk mengutamakan kesejahteraan para bawahan/pengikutnya, menunjukkan kebaikan hati dalam memimpin, memberi pelayanan serta perhatian guna mengejar kepentingan dan tujuan para pengikutnya. Pemimpin yang melayani lebih fokus untuk memberikan keuntungan dan kesejahteraan kepada orang lain. Rahasia dari para pemimpin hebat adalah memiliki karakter serta niat untuk melayani setiap orang dan organisasi atau negara yang dipimpinnya. Dalam kenyataannya yang terjadi, banyak para pemimpin organisasi atau negara atas kekuasaan yang dimilikinya, berperilaku ingin dilayani dan dihormati. Perilaku pemimpin yang seperti itu, tidak bisa dianggap sebagai pemimpin yang efektif.

c. Adil dan Objektif.
Pemimpin yang etis terkait dengan masalah keadilan dan kesetaraan. Pemimpin memprioritaskan perlakuan yang setara kepada semua pengikut. Keadilan menuntut pemimpin untuk menempatkan isu keadilan di setiap pengambilan keputusan. Di dalam organisasi, semua orang dianggap sama dan tidak ada perlakuan khusus. Sehingga masing-masing individu dalam organisasi diberikan porsi yang sama dan objektif.

Baca juga : Karakteristik gaya kepemimpinan

d. Jujur.
Jujur merupakan kesesuaian antara perkataan dengan tindakan atau perbuatan. Pemimpin yang jujur memiliki kepribadian yang bisa dipercaya, dapat diandalkan, niat yang baik dan menyenangkan. Dengan kejujuran, akan menciptakan hubungan yang kuat, menunjukkan sikap yang terbuka kepada orang lain dan mengungkapkan realitas selengkap mungkin. Untuk menjadi pribadi yang jujur, pemimpin harus tulus dalam menjalankan peran dan tanggungjawab kepemimpinannya, serta peka terhadap sikap dan perasaan para pengikutnya. Pemimpin yang jujur adalah pemimpin yang berperilaku mulia, memiliki moral yang baik, serta memegang teguh nilai-nilai agama. Melalui kejujuran, pemimpin tersebut layak atau tidak dijadikan sebagai panutan atau teladan bagi para bawahan atau pengikutnya. Pada umumnya, perilaku jujur telah ada sejak lahir dan tumbuh di dalam diri setiap individu. Pemimpin yang jujur akan mendapatkan kepercayaan yang baik dari para bawahan (pengikutnya).

e. Membangun komunitas
Kepemimpinan di definisikan sebagai suatu proses mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan, pemimpin harus melibatkan orang lain untuk melakukannya dan pemimpin harus berada diantara orang-orang yang mau bersama-sama mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Pemimpin harus bisa mengarahkan dan membimbing sekelompok individu serta membangun hubungan yang baik di dalam kelompok atau komunitas tersebut. Pemimpin yang etis, menunjukkan kepedulian dan perhatian terhadap kepentingan komunitas. Komunitas yang baik akan mendukung program dan kebijakan yang dibuat oleh pemimpin. Dukungan komunitas tersebut, akan mempercepat pencapaian tujuan-tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, untuk membangun komunitas yang baik, seorang pemimpin dituntut untuk menjaga hubungan yang baik diantara masing-masing anggota komunitas.





Jadi, dapat disimpukan bahwa etika kepemimpinan merupakan standar perilaku yang mengarahkan seorang pemimpin dalam menjalankan peran kepemimpinannya. Etika kepemimpinan berkaitan dengan nilai dan norma moral dari seorang pemimpin dalam menjalin hubungan antar sesama manusia. Etika kepemimpinan menunjukkan sikap dan perilaku pemimpin terhadap organi-esasi, bawahan atau pengikutnya dan para pihak yang terkait. Etika yang baik dan positif dari seorang pemimpin akan menjadi acuan, pedoman, atau memberikan contoh kepada para pengikutnya.

Perilaku dimaksud tersebut diatas akan menunjukkan dua bentuk, yaitu perilaku yang etis (ethical behavior) dan perilaku yang tidak etis (unethical behavior). Griffin (2004) mendefiinisikan ethical behavior merupakan perilaku yang sesuai dengan norma social yang diterima secara umum, sementara unethical behavior merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan norma social yang diterima secara umum.

Schermerhorn (1997) mengartikan ethical behavior adalah apa yang dianggap sebagai baik dan benar dari aturan moral yang berlaku. Dalam perilaku etis terkandung suatu komponen yang legal, artinya setiap perilaku yang dianggap etis seharusnya juga dianggap sah dalam masyarakat yang adil dan jujur. Secara umum, pandangan tentang perilaku yang etis telah diidentifikasi ke dalam empat (4) golongan, yaitu:

1. Pendekatan Utilitarian (utilitarian approach).
Daft (2007), mengartikan utilitarian approach adalah konsep etika yang menyatakan bahwa perilaku moral menghasilkan kebaikan paling utama dengan jumlah sebesar mungkin. Schermerhorn (1997) menuliskan bahwa utilitarian view merupakan perilaku etis yang akan memberikan kebaikan terbesar
bagi sebagian besar orang. Robbins dan Coulter (2004) menyebutkan pandangan etika utilitarian ialah pandangan etika yang mengatakan bahwa keputusan etika dibuat semata-mata berdasarkan hasil atau akibat keputusan itu. Jadi, secara sederhana pendekatan utilitarian adalah melakukan tindakan yang mengutamakan nilai-nilai lebih tinggi atau lebih besar.


2. Pendekatan Individualisme (individualism approach).
Daft (2007), mengartikan individualism approach adalah konsep etika yang menyatakan tindakan dianggap bermoral bila mempromosikan kepentingan jangka panjang terbaik seseorang, yang pada akhirnya membawa pada kebaikan yang lebih besar. Schermerhorn (1997) menuliskan bahwa individualism view merupakan perilaku etis yang dalam jangka panjang memberikan kepentingan bagi diri sendiri. Robbins dan Coulter (2004) menggunakan istilah pandangan etika teori kontrak sosial terpadu untuk menyebutkan pendekatan individualism, yang berarti pandangan etika yang mengusulkan bahwa keputusan etika harus didasarkan pada sejumlah faktor empiris (apa yang ada) dan faktor normatis (apa yang seharusnya).

3. Pendekatan Hak Moral (moral rights approach).
Daft (2007), mengartikan moral rights approach sebagai konsep etika yang menyatakan bahwa keputusan moral adalah keputusan yang paling baik mempertahankan hak orang-orang yang dipengaruhi oleh keputusan tersebut. Schermerhorn (1997) menuliskan bahwa moral rights view merupakan perilaku etis yang menghargai hak asasi manusia yang dianut oleh semua orang. Robbins dan Coulter (2004) menyebutkan pandangan etika hak ialah pandangan etika yang peduli terhadap penghormatan dan perlindungan hak dan kebebasan pribadi dan individu, seperti hak terhadap kerahasiaan, kebebasan suara hati, dan kemerdekaan berbicara.

4. Pendekatan Keadilan (justice approach).
Daft (2007), mengartikan justice approach adalah konsep etika yang menyatakan bahwa keputusan moral harus di dasarkan pada standar kesetaraan, keseimbangan dan keadilan. Schermerhorn (1997) menuliskan bahwa justice view merupakan perilaku etis yang tidak memihak, jujur dan adil dalam memperlakukan orang. Robbins dan Coulter (2004) menyebutkan pandangan etika teori keadilan ialah pandangan etika di mana para manajerial memaksakan dan mendorong peraturan secara adil serta tidak memihak dan tindakan itu dilakukan dengan mengikuti seluruh peraturan dan perundang-undangan di bidang hukum.
Baca Juga : Pola Pikir dan Pola Sikap


Daftar pustaka : Tambunan, Toman S. 2015. “Pemimpin dan Kepemimpinan“. Yogyakarta: Graha Ilmu.




Post a Comment

0 Comments